Minggu, 20 Mei 2012
Selasa, 08 Mei 2012
Peningkatan SDM era otonomi daerah
Otonomi
daerah merupakan dambaan masyarakat Indonesia dewasa ini di setiap
daerah. Masyarakat NAD memperoleh anugerah dalam rangka otonomi daerah
dengan otonomi khusus, yang berarti agak berbeda dengan daerah lain di
Indonesia. Perbedaan (kekhususan) ini bukanlah suatu hal yang mudah
karena memerlukan penanganan yang profesional dari SDM yang ada di
daerah. Timbul pertanyaan, apakah daerah yang diberi otonomi khusus ini
sudah siap dalam pengertian yang luas, terutama SDM-nya?
Otonomi
khusus untuk NAD diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang disebut
dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sebelumnya, Aceh disebut
dengan Daerah Istimewa, yang tidak ada bedanya dengan daerah lain di
Indonesia. Dalam otonomi khusus ini, hal yang berbeda adalah tentang
biaya pendidikan. Hal ini dimuat dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2000 pasal 7 ayat (2) yaitu: “Sekurang-kurangnya 30 persen
pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf (a), ayat (4) dan
ayat (5) dialokasikan untuk biaya pendidikan di NAD”. Dengan adanya
peningkatan/kenaikan biaya pendidikan yang mencukupi kebutuhan, maka diharapkan
peningkatan kualitas dapat dilaksanakan dengan mudah. Hal ini masih
merupakan harapan semua pihak, tetapi kenyataannya belum dapat diketahui
(memerlukan penelitian yang akurat dan berlanjut).
Fattah
(2000:6) menyebutkan bahwa “SDM terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi kualitatif
dan dimensi kuantitatif.” Dimensi kualitatif adalah terdiri atas prestasi
tenaga kerja yang memasuki dunia kerja dalam jumlah waktu belajar, sedangkan
dimensi kuantitatif mencakup berbagai potensi yang terkandung pada setiap
manusia, antara lain pikiran (ide), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia untuk melaksanakan
pekerjaan yang produktif. Jika pengeluaran untuk meningkatkan kualitas
SDM ditingkatkan, nilai produktivitas dari SDM tersebut akan menghasilkan nilai
balik (rate of return) yang positif.
Dalam
upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan perlu diadakan beberapa
pendekatan, yaitu:
(1) Pendekatan Religius.
Dalam mengisi otonomi khusus NAD, telah disusun kurikulum dari jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan kurikulum
yang bernuansa Islami yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000
Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Bergerak dari kurikulum sekolah
yang bernuansa Islami, dengan proses pendidikan yang Islami, akan dihasilkan
output yang Islami pula. Output pendidikan yang Islami akan
melahirkan SDM yang Islami dan dapat mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yang
ada di NAD, sehingga diharapkan setiap lini akan menghasilkan pekerjaan yang
Islami, yaitu pekerjaan yang sesuai dengan firman Allah swt dalam Al Qur’an
yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhannya, dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 208).
Dari ayat di atas jelaslah bahwa SDM Islam harus melaksanakan segala segi
kehidupan dengan pekerjaan yang Islami, tidak boleh sepotong-potong (masuklah
ke dalam Islam secara kaffah/keseluruhan) karena segala segi kehidupan itu
saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam ayat lain Allah swt
berfirman, yang artinya “Kamu adalah sebaik-baik umat yang diturunkan untuk
manusia. Kamu mengajak yang makruf dan melarang yang mungkar serta
beriman kepada Allah” (Al Qur’anulkarim Surat Ali Imran 110). Dalam ayat
di atas ditegaskan bahwa umat Islam (SDM Islam) adalah sebaik-baik umat dalam
menjalankan misinya sebagai khalifah di muka bumi. Dalam ayat itu
ditegaskan pula SDM wajib mengerjakan yang disuruh dan meninggalkan yang
dilarang oleh agama jika ingin mendapat Rahmat Allah swt. Siapakah yang
tidak ingin memperoleh rahmat Alllah swt? Jika ingin memperoleh rahmat
Allah swt bekerjalah sesuai dengan aturan yang berlaku. Adalah kewajiban
bagi umat muslim (SDM muslim) untuk menanggapi pengakuan Allah swt, apakah akan
disambut dengan sikap tidak peduli atau ditanggapi dengan rasa tanggung jawab
yang tinggi atas rahmat Allah swt. Selanjutnya, hadis Nabi Besar Muhammad
saw dari Abdullah yang meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Sesungguhnya
kebenaran membawa kebaikan dan sesungguhnya kebaikan membawa
kepada syurga. Dan sesungguhnya seseorang yang berkata benar hingga ia
menjadi orang yang dapat dipercaya. Dan sesungguhnya kebohongan membawa
kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang
yang berdusta hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai seorang
pendusta,” Hadis Shahih Bukhari (Hussein Bahreisy, 1980:348). Dari
hadis di atas jelaslah kepada kita bahwa seseorang (SDM) yang bekerja secara
Islami akan selalu jujur dalam pekerjaan, karena resiko seseorang (SDM)
berdusta dalam kehidupannya adalah neraka. Setiap umat Islam akan sangat
takut kepada neraka. Untuk melahirkan SDM yang Islami, harus dididik oleh
pendidik yang Islami pula. Timbul pertanyaan, sudah siapkan SDM yang
Islami untuk mengisi setiap lini? Dalam pendekatan religius ini, GBHN 1998
menekankan pada “kendali keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.”
Bergerak dari pendekatan ini, SDM akan berkiprah di bidangnya dalam bentuk
kualitas yang tinggi untuk melaksanakan tanggung jawabnya yang besar.
(2) Pendekatan Politik.
Telah umum diketahui bahwa terlepas dari sistem politik yang dianut oleh
suatu negara, salah satu tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyatnya. Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan masyarakat
tidak lagi dibatasi pada kesejahteraan fisik yang terwujud pada kemakmuran
ekonomi yang semakin merata, tetapi juga kesejahteraan mental spiritual. Bahkan,
kesejahteraan dimaksud dewasa ini sering dikaitkan dengan kualitas hidup umat
manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya yang tidak hanya diikuti, akan
tetapi juga dijunjung tinggi.
(3) Pendekatan Ekonomi.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan seakan-akan tak kunjung reda di negara
kita berdampak sangat buruk bagi peningkatan kualitas SDM. Banyak anggota
masyarakat (SDM) yang merupakan aset suatu negara tidak dapat melanjutkan studi
(pendidikan) ke jenjang lebih tinggi karena ketidakmampuan ekonominya. Hal
ini akan dapat diatasi apabila pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan
pendidikan lebih arif dan bijaksana dalam mengelola biaya pendidikan yang
tersedia. Mereka hendaknya membantu SDM yang betul-betul membutuhkan,
sehingga bantuan itu sangat bermanfaat. Pada kenyataannya, SDM yang tidak
membutuhkan bantuan (SDM yang mempunyai kemampuan ekonomi tinggi) juga
memperoleh atau bahkan menginginkan bantuan tersebut. Ironis sekali
bukan?
(4) Pendekatan Hukum.
Salah satu indikator kehidupan masyarakat modern adalah makin tingginya
kesadaran anggota masyarakat akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan
hak masing-masing. Instrumen utama untuk menjamin keseimbangan tersebut
adalah kepastian hukum. Kualitas SDM dapat ditingkatkan dengan
mematuhi hukum-hukum yang berlaku di negaranya. Dengan mematuhi hukum
termasuk peraturan-peraturan di tempat ia bekerja, sehingga pelanggaran jarang
terjadi atau bahkan tidak terjadi, kualitas SDM akan meningkat.
(5) Pendekatan
Sosio-Kultural. Nilai-nilai budaya menentukan baik atau tidak baik dan
benar atau salah. Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural
merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Seseorang
(SDM) akan malu berbuat tidak baik karena masyarakat akan menilainya dan bahkan
mengucilkannya jika seseorang terbukti berbuat hal-hal yang berbenturan dengan
adat istiadat (budaya) suatu kelompok. Oleh sebab itu, budaya malu itu
perlu dipupuk. Peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan jika tidak ada
yang mengikutinya.
(6) Pendekatan
Administratif/Manajerial. Salah satu ciri yang menonjol di abad ini
adalah terciptanya berbagai jenis organisasi. Oleh sebab itu, manusia
modern sering disebut manusia organisasional yang menjadi fokus
administratif/manajerial. Apabila suatu pekerjaan dilaksanakan secara
administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan
dapat dicapai dengan mudah. Dengan demikian, kualitas pun akan
meningkat. Di dalam proses manajemen diperlukan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan. Apabila ketiga proses ini diikuti dengan benar,
peningkatan kualitas akan dapat dicapai. Salah satu filsafat manajemen
adalah mengurangi ketidakpastian. Jika memang itu benar, kualitas akan
dapat ditingkatkan. Manajemen pendidikan adalah suatu ilmu yang
mempelajari bagaimana menata sumber daya, baik SDM maupun sumber daya lain
untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, penataan manajemen
pendidikan sangat diperlukan dalam mencapai kualitas pendidikan yang akan
berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM.
Sabtu, 05 Mei 2012
1.Kekuasaan
1.1.Pengertian Kekuasaan.
Definisi klasik kekuasaan adalah kemampuan untuk mengajak
orang lain untuk melakukan apa yang Anda ingin mereka lakukan.
Max weber (
1947, p. 152 ) mendefinisikan kekuasaan adalah ,”
probabilitas bahwa seorang aktor dalam hubungan
sosial akan berada dalam posisi untuk melaksanakan kehendaknya sendiri meskipun
perlawanan”
1.2.Pengertian otoritas.
Dalam Kekuasaan ada otoritas
Max weber (1947, P.324) mendefinisikan otoritas
sebagai berikut” Probabilitas ketentuan khusus pemimpin yang harus dipatuhi
oleh kelompok atau anggota
1.3.Pembagian otoritas.
Dalam otoritas terdapat 6 bagian, yaitu :
- Charismatic authority
- Traditional authority
- Legal authority
- Formal authority
- Functional authority
- Informal authority
1.4.Pengertian masing-masing otoritas.
- Charismatic
authority : otoritas yang dimiliki oleh individu luar biasa yang
didasarkan atas keyakinan seseorang kepada pribadi pemimpin karena melihat
kualitas pemimpin. ( pemimpin yang memiliki kekuatan mistik) ada aura yang
tersimpan dari seorang pemimpin itu.
- Traditional
authority : otoritas yang dimiliki seseorang yang bersandarkan pada
kekuasaan yang turun temurun, karena tradisi kepatuhan merupakan
hutang seseorang yang harus diikuti
dan tidak ada batasan hukum yang jelas tetapi didasarkan atas hati
nurani.
- Legal
authority : otoritas yang dimilki pemimpin sah dan otoritas ini merupakan
dasar berlakunya hukum-hukum.kepatuhan bukanlah hutang seseorang tetapi
merupakan hukum yang menetapkan kepada siapa dan sejauh mana orang
berhutang kepada kepatuhan karena adanya batasan hukum yang jelas.
- Formal
authority is otoritas yang terdapat dalam organisasi dan secara hukum
adanya posisi, aturan dan peraturan. Otoritasnya dibawah legal otoritas.
- Functional authority mempunyai sumber variasi, termasuk otoriritas kompetense dan otoritas seseorang. Artinya (legal-rasional), otoritas ini tidak selalu dibatasi pada posisi seseorang. Dan ini didalam organisasi.
- Informal authority is otoritas yang berasal dari perilaku seseorang. Diluar organisasi.
Posisi formal
authority dan informal authority
|
Formal
Authority
|
||
Yes
|
No
|
||
Informal
Authority
|
Yes
|
Formal
Leader
|
Informal
Leader
|
No
|
Officer
|
Follower
|
1.5.Jenis kekuasaan.
Jenis-jenis kekuasaan mempunyai lima bagian yaitu :
- Reward
power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan
memberikan penghargaan.
- Coercive
power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan hukuman.
- Legitimate power adalah adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan posisi formal.
- Referent power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan mengidentifikasi dan mengenal lebih dekat bawahannya.
- Expert power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan pengetahuan dan kemampuan.
Kamis, 03 Mei 2012
Sabtu, 28 April 2012
Bagian-bagian
catatan lapangan
•
Kode catatan
Membuat kode penting untuk mengelompokkan catatan-catatan lapangan supaya
tidak bingung bila suatu waktu peneliti menyusun laporan penelitiannya.
Membuat kode penting
untuk mengelompokkan catatan-catatan lapangan supaya tidak bingung bila suatu
waktu peneliti menyusun laporan penelitiannya.
•
Teknik
pengumpulan data
beri judul pada kepala catatan teknik pengumpulan data apa yang digunakan
dalam pengumpulan data.
Misalnya wawancara, observasi atau studi dokumen.
•
Identitas setting
social
Menulis secara jelas identitas setting social, yaitu waktu, tempat, pelaku
dan aktivitas.
Misalnya
: Waktu : hari, tanggal, jam. Tempatnya dimana, siapa
informannya dan apa aktivitasnya.
•
Aspek/fokus
kajian
Aspek/fokus kajian dicatat sesuai kode dan dirinci lagi sesuai kondisi
lapangan.
Misalnya penelitian tentang budaya sekolah efektif. Maka aspek yang ditulis
adalah kajian yang berkaitan dengan sekolah efektif, misalnya manajemen
kesiswaannya, manajemen tenaga kependidikannya, manajemen keuangan, dan
lain-lain.
•
Deskripsi
Deskripsi adalah catatan-catatan sesungguhnya hasil
wawancara/pengamatan/studi dokumen.
Hal yang harus
diperhatikan dalam upaya deskripsi, yaitu:
1.Tulislah deskripsi
sedeskriptif mungkin artinya bahwa apa yang diamati hendaknya disajikan secara
rinci dari pada dirangkum.
Fokus: Artifak budaya
(rapat pimpinan), deskripsi: rapat pimpinan itu begitu tertib dan mengikuti
aturan birokratik,refleksi:-
Sebaiknya peneliti
melukiskan seperti apa rapat itu berlansung, misalnya :
Fokus: Artifak budaya
(rapat pimpinan), deskripsi: Rapat pimpinan itu dipimpin langsung oleh kepala
dinas pendidikan dan dibantu oleh seorang notulen dari staf TU, rapat ini
dihadiri kepala bagian, seluruh kepala bidang, kepala sub bagian, kepala seksi
dan 3 orang staf tata usaha. Rapat dimulai pukul 8.00 wib sesuai dengan yang
tertera dalam surat undangan. Kepala dinas memulai dengan memberi salam dan
mengemukakan aturan rapat, ia mengevaluasi program secara tuntas selanjutnya
dilakukan tanya jawab.....rapat diakhiri pukul 12.00 dengan menghasilkan kesimpulan
sbb............,refleksi:-
2.Dalam mendeskripsikan
hasil lapangan hendaknya tidak diambil kesimpulan ataupun penilaian dari
peneliti.
Fokus: Artifak budaya
(rapat pimpinan), deskripsi: dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kepala dinas
terlihat bahwa kepala bidang tidak menguasai bahan,refleksi:-
Sebaiknya :
Fokus: Artifak budaya
(rapat pimpinan), deskripsi: kepala bidang menjawab: saya akan coba cek lagi ke
kepala seksi yang menangani dan kebenaran saya masih mempelajari cara-cara
menyeleksi dan menjaring siswa yang memperoleh beasiswa. Mungkin saya akan
meminta data dari kepala UPTD kecamatan untuk menjaring data siswa SMA tidak
mampu)*,refleksi:* UPTD kecamatan untuk siswa SMA ?! Bukankah kecamatan itu
untuk siswa SD.
3.Dalam membuat deskripsi
diuapayakan tidak menggunakan kata-kata abstrak, kecuali jika dikutip dari
ucapan subjek.
4.Senantiasa memulai
denga alenia baru setiap terjadi peristiwa atau kejadian baru betapapun
kecilnya perubahan.
•
Makna/refleksi
Refleksi adalah pemikiran, tafsiran, atau komentar tentang apa yang diamati.
Peneliti mengolah apa
yang diobservasi, ia mencari maknanya, untuk kemudian menemukan pola atau thema
rangkaian kejadian-kejadian.
Lewat refleksi peneliti
berusaha: (1) memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam
tindakan strategik, dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada
dalam situasi tertentu, dan (2) memahami persoalan dimana penelitian dilaksanakan.
Model catatan
lapangan
•
Catatan pengamatan (CP)
Pernyataan tentang semua peristiwa yang dialami, yaitu yang dilihat dan
didengar.
Pernyataan tersebut tidak
boleh berisi penafsiran, tetapi pernyataan yang sudah teruji kepercayaan dan
keabsahannya. CP merupakan catatan tentang siapa, apa, bagaimana, dimana suatu
kegiatan manusia.
•
Catatan teori
(CT)
Catatan teori mewakili usaha yang terkontrol dan dilakukan secara sadar
untuk memperoleh pengertian dari satu atau beberapa CP.
Jika peneliti ingin
mempersoalkan sesuatu melebihi fakta, maka hal itu dimasukkan kedalam CT.
Peneliti sebagai pencatat senantiasa berfikir tentang apa yang dialaminya dan
membuat pernyataan khusus tentang arti sesuatu yang dirasakannya sebagai
sesuatu yang menghasilkan suatu konsep konseptual. Dengan demikian dimulai
dengan menafsirkan, menyimpulkan, berhipotesis, bahkan berteori.
•
Catatan
metodologi (CM)
Pernyataan yang berisi tindakan operasional yang berpengaruh terhadap suatu
kegiatan pengamatan yang direncanakan atau yang sudah diselesaikan.
Jadi, catatan metodologi berupa instruksi terhadap pengamat sendiri,
peringatan, atau kritik terhadap taktiknya. Hal itu berisi soal waktu,
penataurutan kegiatan, penetapan dan kestabilan langkah, pengaturan situasi dan
tempat, cara pengamat berkelit dalam taktik dan lain-lain.
Jumat, 27 April 2012
Kamis, 26 April 2012
Teori Inovasi
KARAKTERISTIK INOVASI
Rogers (1983:
14-15) mengemukakan karakteristik inovasi yang mempengaruhi cepat atau
lambatnya penerimaan inovasi, yaitu sebagai berikut:
1)
Keuntungan relatif (relatif advantages) , inovasi dapat diterima apabila
memiliki keuntungan ekonomis dan nonekonomis atau dapat meningkatkan prestise
dan status sosjal serta menjanjikan imbalan (reward), aman dilakukan,
dan apabila tidak dilakukan ada hukuman (punishment).
2)Kesesuaian
atau kecocokan (compatibility), yaitu derajat kesesuaian antara
nilai-nilai, pengalaman, dan kebutuhan para adopter dengan nilai-nilai inovasi
yang dipengaruhi oleh nilai sosio-kultural dan kepercayaan, gagasan-gagasan
yang dimiliki masyarakat tertentu, dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
3)
Kerumitan (complexity), tingkat kesulitan pelaksanaan inovasi
berpengaruh terhadap penerimaan inovasi.
4)
Keterandalan (reliability), jika inovasi dapat diterapkan pada sampel
dan memberilcan hasil yang memuaskan
maka penerimaan terhadap inovasi menjadi cepat.
5)
Teramati (observability), inovasi yang dapat ditunjukkan secara
objektifdan masyarakat dapat mengamatinya, berpengaruh terhadap penenmaan
inovasi.
Teori
persepsi tentang atribut/perceived attributes (Rogers: 1995) menyatakan bahwa
orang yang berpotensi menjadi adopter menilai suatu inovasi atas dasar
persepsinya tentang karakteristik inovasi tersebut. Karakteristik atau atribut
yang dipersepsikan oleh calon adopter tersebut adalah1) Dapat dicoba secara
terbatas sebelum diadopsi, 2) menjanjikan suatu hasil yang dapat dilihat, 3)
memiliki suatu keuntungan relatif dibanding inovasi yang lain atau statusquo,
4) tidak terlalu rurmit atau kompleks, dan 5) sesuai atau cocok dengan
cara-cara atau nlai-nilai yang telah ada.
Menurut
Purwanto (2000: 35) variabel-variabel yang berhubungan dengan kecepatan adopsi
inovasi adalah: 1) Atribut inovasi, yang terdiri atas: a) Keuntungan relatif;
b) Kesesuaian; c) Kerumitan; d) Kemungkinan dicoba; dan e) Kemudahan diamati;
2) Jenis keputusan inovasi, yang terdiri atas: a) Pilihan; b) Kolektif; dan c)
Otoritas; 3) Saluran komunikasi; dan 4) Sifat sistem sosial.
MASYARAKAT PENERIMA INOVASI
Rogers (1983: 248-250) menjelaskan bahwa kategori/bentuk-bentuk
adopter terdiri atas:
1) Inovators, yaitu para pembaharu, perintis
/pioner, atau orang yang paling cepat membuka diri dan menerima inovasi, bahkan
mcnjadi pencari inovasi. Kelompok ini hanya sedikit saja, yaitu sckitar 2,5
persen, tetapi keberadaannya dapat memengaruhi kelompok lain.
2) Early adopters,
yaitu adopter awal yang mengikuti kelompok inovator. Mereka menjadi pengikut
inovator karena secara rasional inovasi ini menampakkan perubahan yang berarti.
Keberadaan kelompok ini dalam praktik inovasi sekitar 13,5 persen.
3) Early majority,
kebanyakan orang memang dapat mengikuti cara baru apabila cara itu betul-betul
telah terbukti memberi manfaat. Mereka tidak ingin mengambil risiko dan
keputusan yang belum jelas. Dalam masyarakat keberadaan mereka itu sekitar 34
persen.
4) Late majority,
yaitu orang yang sangat hati-hati dan sedikit tertutup dengan ide baru, mereka
takut mencoba apalagi bila mengingat risikonya. Mereka cenderung skeptis dan
kalaupun menerima inovasi karena sistem telah berubah dan akhirnya mereka
menjadi pengikut pada saat inovasi sudah umum dilakukan orang. Kelompok ini
berjumlah 34 persen.
5) Late adopters,
yaitu kelompok yang betul-betul skeptis dan ingin terus berada pada status quo
yang aman. Bahkan mereka cenderung melakukan perlawanan untuk mematahkan
inovasi, artinya mereka bukan saja penolak inovasi bahkan mereka melakukan
agresi untuk menentang terjadinya inovasi. Kelompok mi dalam masyarakat ada
sekitar 16 persen.
TAHAPAN INOVASI
Menurut
pendapat Rogers (1983: 165) menjelaskan bahwa proses inovasi itu terdiri atas
lima tahapan, yaitu:
1) Tahap pengetahuan (knowledge), yaitu
saat seseorang membuka diri terhadap inovasi dan ingin mengetahui fungsi
inovasi tersebut.
2. Tahap bujukan (persuasion), yaitu
tatkala seseorang atau kelompok membuka diri terhadap inovasi mulai menyenangi
atau sebaliknya meragukan inovasi.
3. Tahap keputusan (decision), yaitu
tatkala seseorang atau kelompok pembuka inovasi mulai menampakkan sikapnya
untuk menerima atau menolak inovasi.
4. Tahap implementasi (implementation),
yaitu ketika seseorang atau kelompok rnulai menerapkan atau menggunakan
inovasi.
5. Tahap konfirmasi (confirmation), yaitu
tahap ketika seseorang atau kelompok mencari penguatan terhadap keputusan
inovasi yang telah diambil. Pengambil keputusan dapat menarik kembali
keputusannyajika ternyata diperoleh informasi tentang inovasi yang bertentangan
dengan informasi yang terlebih dahulu diterima.
Perencanaan Pendidikan Komprehensif
Perencanaan
Pendidikan Komprehensif
Perencanaan
pendidikan komprehensif merupakan suatu variasi dalam pendekatan system pada
perencanaan, termasuk system aktivitas total dari pendidikan dan masyarakat
yang mempengaruhi keseluruhan operasi, misalnya antara komunitas dan sekolah. Penekanan terletak pada totalitas dibandingkan dengan bagian
perkomponen.
Perencanaan
memerlukan orientasi yang jelas, dan akibatnya akan berkembang dan meluas ke
daerah yang baru. Dengan mengkoordinasikan system aktivitas, perencanaan itu
diatur dan ditetapkan. Dalam hal ini, perencanaan bisa digolongkan kedalam dua
cabang utama, yaitu perencanaan structural dan perencanaan ruang. Perencanaan
structural berkaitan dengan konsekuensi perilaku dan sosial serta pengembangan
kebijakan yang ada didalamnya perencanaan ruang dapat beroperasi. Perencanaan
ruang berhubungan dengan rencana penggunaan tanah (2D) dan desain lingkungan
lengkap tata ruang (3D).
Karakteristik
dari perencanaan komprehensif, kajian proyektif, fleksibilitas, komitmen waktu,
pertimbangan alternative, faktor-faktor keamanan, fungsi tunggal dan multi
fungsi dan alokasi optimal dari sumber daya yang tersedia. Karena tujuan utama
dari perencanaan komprehensif itu adalah membuat suatu master plan yang memandu dan mengkoordinasikan upaya-upaya
perencanaan, perencanaan komprehensif hendaknya memiliki prosedur evaluative
yang melekat.
Perencanaan
komprehensif memproyeksikan pendekatan suatu system ke masa depan yang
mengaitkan barbagai unsure dengan suatu desain dan menterjemahkan ke dalam
dimensi yang bermanfaat. Dengan monitoring yang terus menerus, perencanaan
komprehensif memungkinkan dilaksanakannya urusan-urusan institusi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Produktivitas secara kontinu dapat
dioptimalkan dalam hal ini.
Perencanaan
komprehensif memungkinkan perencana pendidikan untuk melibatkan semua segmen
dari sumber daya fisik masyarakat dan sumber daya manusia yang dialokasikan
pada waktu dan ruang tertentu, dan melakukan pengalokasian tersebut dengan cara
yang paling bermanfaat.
Perencanaan
pendidikan komprehensif menunjukan komponen-komponen yang bekerja dalam suatu
system persekolahan secara menyeluruh. Setiap sub perencanaan dalam system itu
memuat beberapa fenomena umum. Saat system itu tumbuh, sub perencanaan yang
baru akan ditambahkan, karena tidak ada batasan yang kaku dalam system
pendidikan, pendidikan itu jelas merupakan suatu system terbuka.
Sub perencanaan dikelompokan menurut
interaksi dengan lingkungan. Setiap sub perencanaan berkaitan dengan
aspek-aspek tertentu dari lingkungan pendidikan. Proses dan hasil dari sub
perencanaan ini memiliki hubungan dengan sub perencanaan lain, dengan lima
dimensi orang, tempat, pergerakan, ekonomi, dan aktivitas yang berlaku sebagai
focus yang berinteraksi.
Pendekatan tersebut memungkinkan adanya suatu system
komunikasi multi dimensi
untuk menggantikan organisasi hirarkis standar yang sekaran masih banyak
digunakan oleh system pendidikan. Dalam hal ini, struktur tersebut sangat bergantung pada proses komunikasi
dan informasi. Dengan berjalannya system ini, diharapkan masalah-masalah yang
terdapat dalam lingkungan tersebut dapat diperbaiki dengan perencanaan
pengembangan pendidikan. Implementasi menghasilkan optimalisasi hasil sekaligus
meminimalkan mis-alokasi sumber daya.
Memang suatu masalah akan berbeda dalam hal besarnya,
sebabny dan pengaruhnya. Kunci untuk memecahkannya adalah mengkomunikasikan
data yang tepat pada waktu dan tempat yang tepat. Jenis sub perencanaan ini
akan mengoptimalkan penggunaan sumber daya. Hal ini dilakukan dengan menentukan
dan mengarahkan upaya-upaya perencanaan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan
dengan menggunakan pendekatan perencanaan yang komprehensif.
teori pembiayaan pendidikan
Keterbatasan
anggaran pemerintah merupakan hal yang umum ditemui. Di sisi lain, pemerintah dihadapkan pada berbagai alternatif program yang
akan dilaksanakan. Hal tersebut menyebabkan pemerintah
harus jeli dalam menentukan program yang diprioritaskan. Pemilihan prioritas suatu proyek tidak mudah. Dalam memutuskan kelayakan suatu
proyek yang berhubungan dengan sektor publik, pemerintah
dihadapkan pada banyak pertimbangan dan permasalahan.
Dalam hal ini, prioritas yang dipilih harus mempertimbangkan kepentingan publik
atau masyarakat umum.
Terkait
dengan proses pengambilan keputusan mengenai kelayakan suatu perencanaan proyek
atau program pendidikan, pemerintah
memerlukan suatu alat analisis yang mampu digunakan dalam meminimalkan kesalahan dalam pemilihan keputusan. Salah satu analisis yang dapat
digunakan sebagai alat untuk memilih program yang layak
diprioritaskan adalah dengan menggunakan analisis Benefit
Hampir selama 10 tahun akademisi dan para ahli ekonomi pendidikan telah menggunakan
pendekatan cost benefit dan efektifnes (Blaug 1969). Cost benefit mengevaluasi proyek
pendidikan sebagai investasi yang akan meningkatkan pendapatan. Dan cost efektifnes menyentuh hasil yang tidak bisa disentuh dengan
pendekatan ekonomi atau pendekatan kuantitatif. Ada pro dan kontra dalam
menggunakan pendekatan tersebut terutama ditujukan pada pendekatan cost
benefit. Blaugh dkk dengan studinya
di India (1969), Carnoy di Puerto Rico (1972) dan Mexico
(1967) dan Thias di Kenya (1972). Sementara Psacharopoulos (1973), Davis (1969)
Meret (1966) menyampaikan keraguannya bahwa
cost benefit bisa digunakan sebagai pendekatan dalam perencanaan pendidikan. Para
ahli ekonomi lain telah menyampaikan keraguannya terhadap keseluruhan
pendekatan (Vaizey 1972; Robinson 1971). Dikatakan bahwa pendekatan cost
benefit jarang digunakan dibanding perencanaan SDM, sama halnya pendekatan SDM
jarang digunakan dibanding social demand. System sekolah secara sederhana telah
mengembangkan pendekatan dari social demand. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa
pendekatan cost benefit telah mengisi literatur dan membentuk pandangan baru
bagi perencana pendidikan dan dalam beberapa hal mempunyai pengaruh terhadap
perencanaan pendidikan.
Pada
saat ini perdebatan tidak banyak terpusat pada apakah pendidikan meningkatkan produktivitas tetapi pada seberapa besar. Sebagaimana pada
pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab dari seberapa akurat repleksi
pendapatan terhadap produktivitas. Perdebatan ini memiliki relevansi yang besar
terhadap validitas analisis cost benefit dalam pendidikan karena benefit ekonomi hampir selalu dibangun
sebagai perbedaan dari pendapatan setiap tahun, antara orang dengan perbedaan
tingkatan pendidikan.
HALLO DUNIA
Hallo Dunia !
Imam Sibaweh Japuralor Al Kautsar Cirebon
Selamat datang, kini hadir di internet..................
Langganan:
Postingan (Atom)