Selasa, 08 Mei 2012

Peningkatan SDM era otonomi daerah


Otonomi daerah merupakan dambaan masyarakat Indonesia dewasa ini di setiap daerah.  Masyarakat NAD memperoleh anugerah dalam rangka otonomi daerah dengan otonomi khusus, yang berarti agak berbeda dengan daerah lain di Indonesia.  Perbedaan (kekhususan) ini bukanlah suatu hal yang mudah karena memerlukan penanganan yang profesional dari SDM yang ada di daerah.  Timbul pertanyaan, apakah daerah yang diberi otonomi khusus ini sudah siap dalam pengertian yang luas, terutama SDM-nya?
Otonomi khusus untuk NAD diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang disebut dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).  Sebelumnya, Aceh disebut dengan Daerah Istimewa, yang  tidak ada bedanya dengan daerah lain di Indonesia.  Dalam otonomi khusus ini, hal yang berbeda adalah tentang biaya pendidikan.  Hal ini dimuat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor  18 Tahun 2000 pasal 7 ayat (2) yaitu: “Sekurang-kurangnya 30 persen pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf (a), ayat (4) dan ayat (5) dialokasikan untuk biaya pendidikan di NAD”.  Dengan adanya peningkatan/kenaikan biaya pendidikan yang mencukupi kebutuhan, maka diharapkan peningkatan kualitas dapat dilaksanakan dengan mudah.  Hal ini masih merupakan harapan semua pihak, tetapi kenyataannya belum dapat diketahui (memerlukan penelitian yang akurat dan berlanjut).
Fattah (2000:6) menyebutkan bahwa “SDM terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi kualitatif dan dimensi kuantitatif.” Dimensi kualitatif adalah terdiri atas prestasi tenaga kerja yang memasuki dunia kerja dalam jumlah waktu belajar, sedangkan dimensi kuantitatif mencakup berbagai potensi yang terkandung pada setiap manusia, antara lain pikiran (ide), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia untuk melaksanakan pekerjaan yang produktif.  Jika pengeluaran untuk meningkatkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktivitas dari SDM tersebut akan menghasilkan nilai balik (rate of return) yang positif.
Dalam upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan perlu diadakan beberapa pendekatan, yaitu:
(1)  Pendekatan Religius.  Dalam mengisi otonomi khusus NAD, telah disusun kurikulum dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan kurikulum yang bernuansa Islami yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan.  Bergerak  dari kurikulum sekolah yang bernuansa Islami, dengan proses pendidikan yang Islami, akan dihasilkan output yang Islami pula.  Output pendidikan yang Islami akan melahirkan SDM yang Islami dan dapat mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yang ada di NAD, sehingga diharapkan setiap lini akan menghasilkan pekerjaan yang Islami, yaitu pekerjaan yang sesuai dengan firman Allah swt dalam Al Qur’an yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 208).  Dari ayat di atas jelaslah bahwa SDM Islam harus melaksanakan segala segi kehidupan dengan pekerjaan yang Islami, tidak boleh sepotong-potong (masuklah ke dalam Islam secara kaffah/keseluruhan) karena segala segi kehidupan itu saling berkaitan antara satu dengan lainnya.  Dalam ayat lain Allah swt berfirman, yang artinya “Kamu adalah sebaik-baik umat yang diturunkan untuk manusia.  Kamu mengajak yang makruf dan melarang yang mungkar serta beriman kepada Allah” (Al Qur’anulkarim Surat Ali Imran 110).  Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa umat Islam (SDM Islam) adalah sebaik-baik umat dalam menjalankan misinya sebagai khalifah di muka bumi.  Dalam ayat itu ditegaskan pula SDM wajib mengerjakan yang disuruh dan meninggalkan yang dilarang oleh agama jika ingin mendapat Rahmat Allah swt.  Siapakah yang tidak ingin memperoleh rahmat Alllah swt?  Jika ingin memperoleh rahmat Allah swt bekerjalah sesuai dengan aturan yang berlaku.  Adalah kewajiban bagi umat muslim (SDM muslim) untuk menanggapi pengakuan Allah swt, apakah akan disambut dengan sikap tidak peduli atau ditanggapi dengan rasa tanggung jawab yang tinggi atas rahmat Allah swt.  Selanjutnya, hadis Nabi Besar Muhammad saw dari Abdullah yang meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Sesungguhnya kebenaran membawa kebaikan dan    sesungguhnya kebaikan membawa kepada syurga.  Dan sesungguhnya seseorang yang berkata benar hingga ia menjadi orang yang dapat dipercaya.  Dan sesungguhnya kebohongan membawa kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka.  Dan sesungguhnya seseorang yang berdusta hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai seorang pendusta,”  Hadis Shahih Bukhari (Hussein Bahreisy, 1980:348).  Dari hadis di atas jelaslah kepada kita bahwa seseorang (SDM) yang bekerja secara Islami akan selalu jujur dalam pekerjaan, karena resiko seseorang (SDM) berdusta dalam kehidupannya adalah neraka.  Setiap umat Islam akan sangat takut kepada neraka.  Untuk melahirkan SDM yang Islami, harus dididik oleh pendidik yang Islami pula.  Timbul pertanyaan, sudah siapkan SDM yang Islami untuk mengisi setiap lini? Dalam pendekatan religius ini, GBHN 1998 menekankan pada “kendali keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Bergerak dari pendekatan ini, SDM akan berkiprah di bidangnya dalam bentuk kualitas yang tinggi untuk melaksanakan tanggung jawabnya yang  besar.
(2)  Pendekatan Politik.  Telah  umum diketahui bahwa terlepas dari sistem politik yang dianut oleh suatu negara, salah satu tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.  Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan masyarakat tidak lagi dibatasi pada kesejahteraan fisik yang terwujud pada kemakmuran ekonomi yang semakin merata, tetapi juga kesejahteraan mental spiritual.  Bahkan, kesejahteraan dimaksud dewasa ini sering dikaitkan dengan kualitas hidup umat manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya yang tidak hanya diikuti, akan tetapi juga dijunjung tinggi.
(3)  Pendekatan Ekonomi.  Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan seakan-akan tak kunjung reda di negara kita berdampak sangat buruk bagi peningkatan kualitas SDM.  Banyak anggota masyarakat (SDM) yang merupakan aset suatu negara tidak dapat melanjutkan studi (pendidikan) ke jenjang lebih tinggi karena ketidakmampuan ekonominya.  Hal ini akan dapat diatasi apabila pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan pendidikan lebih arif dan bijaksana dalam mengelola biaya pendidikan yang tersedia.  Mereka hendaknya membantu SDM yang betul-betul membutuhkan, sehingga bantuan itu sangat bermanfaat. Pada kenyataannya, SDM yang tidak membutuhkan bantuan (SDM yang  mempunyai kemampuan ekonomi tinggi) juga memperoleh atau bahkan menginginkan bantuan tersebut.  Ironis sekali bukan?
(4)  Pendekatan Hukum.  Salah satu indikator kehidupan masyarakat modern adalah makin tingginya kesadaran anggota masyarakat akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak masing-masing.  Instrumen utama untuk menjamin keseimbangan tersebut adalah kepastian hukum.  Kualitas SDM dapat  ditingkatkan dengan mematuhi hukum-hukum yang berlaku di negaranya.  Dengan mematuhi hukum termasuk peraturan-peraturan di tempat ia bekerja, sehingga pelanggaran jarang terjadi atau bahkan tidak terjadi, kualitas SDM akan meningkat.
(5)  Pendekatan Sosio-Kultural.  Nilai-nilai budaya menentukan baik atau tidak baik dan benar atau salah.  Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan.  Seseorang (SDM) akan malu berbuat tidak baik karena masyarakat akan menilainya dan bahkan mengucilkannya jika seseorang terbukti berbuat hal-hal yang berbenturan dengan adat istiadat (budaya) suatu kelompok.  Oleh sebab itu, budaya malu itu perlu dipupuk.  Peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan jika tidak ada yang mengikutinya.
(6)  Pendekatan Administratif/Manajerial.  Salah satu ciri yang menonjol di abad ini adalah terciptanya berbagai jenis organisasi.  Oleh sebab itu, manusia modern sering disebut manusia organisasional yang menjadi fokus administratif/manajerial.  Apabila suatu pekerjaan dilaksanakan secara administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan dapat dicapai dengan mudah.  Dengan demikian, kualitas pun akan meningkat.  Di dalam proses manajemen diperlukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.   Apabila ketiga proses ini diikuti dengan benar, peningkatan kualitas akan dapat dicapai.  Salah satu filsafat manajemen adalah mengurangi ketidakpastian.  Jika memang itu benar, kualitas akan dapat ditingkatkan.  Manajemen pendidikan adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya, baik SDM maupun sumber daya lain untuk mencapai tujuan pendidikan.  Untuk itu, penataan manajemen pendidikan sangat diperlukan dalam mencapai kualitas pendidikan  yang akan berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM.

Sabtu, 05 Mei 2012


1.Kekuasaan
1.1.Pengertian Kekuasaan.
Definisi klasik kekuasaan adalah kemampuan untuk mengajak orang lain untuk melakukan apa yang Anda ingin mereka lakukan.
Max  weber ( 1947, p. 152 ) mendefinisikan kekuasaan adalah ,”
probabilitas bahwa seorang aktor dalam hubungan sosial akan berada dalam posisi untuk melaksanakan kehendaknya sendiri meskipun perlawanan”

1.2.Pengertian otoritas.
Dalam Kekuasaan ada otoritas
Max weber (1947, P.324) mendefinisikan otoritas sebagai berikut” Probabilitas ketentuan khusus pemimpin yang harus dipatuhi oleh kelompok atau anggota
1.3.Pembagian otoritas.
Dalam otoritas terdapat 6 bagian, yaitu :
  1. Charismatic authority
  2. Traditional authority
  3. Legal authority
  4. Formal authority
  5. Functional authority
  6. Informal authority
1.4.Pengertian masing-masing otoritas. 
  1. Charismatic authority : otoritas yang dimiliki oleh individu luar biasa yang didasarkan atas keyakinan seseorang kepada pribadi pemimpin karena melihat kualitas pemimpin. ( pemimpin yang memiliki kekuatan mistik) ada aura yang tersimpan dari seorang pemimpin itu.
  2. Traditional authority : otoritas yang dimiliki seseorang yang bersandarkan pada kekuasaan yang turun temurun, karena tradisi kepatuhan merupakan hutang  seseorang yang harus diikuti dan tidak ada batasan hukum yang jelas tetapi didasarkan atas hati nurani.  
  3. Legal authority : otoritas yang dimilki pemimpin sah dan otoritas ini merupakan dasar berlakunya hukum-hukum.kepatuhan bukanlah hutang seseorang tetapi merupakan hukum yang menetapkan kepada siapa dan sejauh mana orang berhutang kepada kepatuhan karena adanya batasan hukum yang jelas. 
  4. Formal authority is otoritas yang terdapat dalam organisasi dan secara hukum adanya posisi, aturan dan peraturan. Otoritasnya dibawah legal otoritas.
  5. Functional authority mempunyai sumber variasi, termasuk otoriritas kompetense dan otoritas seseorang. Artinya (legal-rasional), otoritas ini tidak selalu dibatasi pada posisi seseorang. Dan ini didalam organisasi.
  6. Informal authority is otoritas yang berasal dari perilaku seseorang. Diluar organisasi.
Posisi formal authority dan informal authority

Formal
Authority
Yes
No
Informal
Authority
Yes
Formal
Leader
Informal
Leader
No
Officer
Follower


1.5.Jenis kekuasaan.
Jenis-jenis kekuasaan mempunyai lima bagian yaitu :
  1. Reward power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan memberikan penghargaan.
  2. Coercive power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan hukuman.
  3. Legitimate power adalah  adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan posisi formal.
  4. Referent power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan mengidentifikasi dan mengenal lebih dekat bawahannya.
  5. Expert power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan pengetahuan dan kemampuan.





Sabtu, 28 April 2012


Bagian-bagian catatan lapangan
         Kode catatan
Membuat kode penting untuk mengelompokkan catatan-catatan lapangan supaya tidak bingung bila suatu waktu peneliti menyusun laporan penelitiannya.
Membuat kode penting untuk mengelompokkan catatan-catatan lapangan supaya tidak bingung bila suatu waktu peneliti menyusun laporan penelitiannya.
         Teknik pengumpulan data
beri judul pada kepala catatan teknik pengumpulan data apa yang digunakan dalam pengumpulan data.
Misalnya wawancara, observasi atau studi dokumen.
         Identitas setting social
Menulis secara jelas identitas setting social, yaitu waktu, tempat, pelaku dan aktivitas.
Misalnya : Waktu : hari, tanggal, jam. Tempatnya dimana, siapa informannya dan apa aktivitasnya.
         Aspek/fokus kajian
Aspek/fokus kajian dicatat sesuai kode dan dirinci lagi sesuai kondisi lapangan.
Misalnya penelitian tentang budaya sekolah efektif. Maka aspek yang ditulis adalah kajian yang berkaitan dengan sekolah efektif, misalnya manajemen kesiswaannya, manajemen tenaga kependidikannya, manajemen keuangan, dan lain-lain.
         Deskripsi
Deskripsi adalah catatan-catatan sesungguhnya hasil wawancara/pengamatan/studi dokumen.
Hal yang harus diperhatikan dalam upaya deskripsi, yaitu:
1.Tulislah deskripsi sedeskriptif mungkin artinya bahwa apa yang diamati hendaknya disajikan secara rinci dari pada dirangkum.
Fokus: Artifak budaya (rapat pimpinan), deskripsi: rapat pimpinan itu begitu tertib dan mengikuti aturan birokratik,refleksi:-
Sebaiknya peneliti melukiskan seperti apa rapat itu berlansung, misalnya :
Fokus: Artifak budaya (rapat pimpinan), deskripsi: Rapat pimpinan itu dipimpin langsung oleh kepala dinas pendidikan dan dibantu oleh seorang notulen dari staf TU, rapat ini dihadiri kepala bagian, seluruh kepala bidang, kepala sub bagian, kepala seksi dan 3 orang staf tata usaha. Rapat dimulai pukul 8.00 wib sesuai dengan yang tertera dalam surat undangan. Kepala dinas memulai dengan memberi salam dan mengemukakan aturan rapat, ia mengevaluasi program secara tuntas selanjutnya dilakukan tanya jawab.....rapat diakhiri pukul 12.00 dengan menghasilkan kesimpulan sbb............,refleksi:-
2.Dalam mendeskripsikan hasil lapangan hendaknya tidak diambil kesimpulan ataupun penilaian dari peneliti.
Fokus: Artifak budaya (rapat pimpinan), deskripsi: dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kepala dinas terlihat bahwa kepala bidang tidak menguasai bahan,refleksi:-
Sebaiknya :
Fokus: Artifak budaya (rapat pimpinan), deskripsi: kepala bidang menjawab: saya akan coba cek lagi ke kepala seksi yang menangani dan kebenaran saya masih mempelajari cara-cara menyeleksi dan menjaring siswa yang memperoleh beasiswa. Mungkin saya akan meminta data dari kepala UPTD kecamatan untuk menjaring data siswa SMA tidak mampu)*,refleksi:* UPTD kecamatan untuk siswa SMA ?! Bukankah kecamatan itu untuk siswa SD.
3.Dalam membuat deskripsi diuapayakan tidak menggunakan kata-kata abstrak, kecuali jika dikutip dari ucapan subjek.
4.Senantiasa memulai denga alenia baru setiap terjadi peristiwa atau kejadian baru betapapun kecilnya perubahan.
         Makna/refleksi
Refleksi adalah pemikiran, tafsiran, atau komentar tentang apa yang diamati.
Peneliti mengolah apa yang diobservasi, ia mencari maknanya, untuk kemudian menemukan pola atau thema rangkaian kejadian-kejadian.
Lewat refleksi peneliti berusaha: (1) memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan strategik, dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam situasi tertentu, dan (2) memahami persoalan dimana penelitian dilaksanakan.


Model catatan lapangan
         Catatan  pengamatan (CP)
Pernyataan tentang semua peristiwa yang dialami, yaitu yang dilihat dan didengar.
Pernyataan tersebut tidak boleh berisi penafsiran, tetapi pernyataan yang sudah teruji kepercayaan dan keabsahannya. CP merupakan catatan tentang siapa, apa, bagaimana, dimana suatu kegiatan manusia.
         Catatan teori (CT)
Catatan teori mewakili usaha yang terkontrol dan dilakukan secara sadar untuk memperoleh pengertian dari satu atau beberapa CP.
Jika peneliti ingin mempersoalkan sesuatu melebihi fakta, maka hal itu dimasukkan kedalam CT. Peneliti sebagai pencatat senantiasa berfikir tentang apa yang dialaminya dan membuat pernyataan khusus tentang arti sesuatu yang dirasakannya sebagai sesuatu yang menghasilkan suatu konsep konseptual. Dengan demikian dimulai dengan menafsirkan, menyimpulkan, berhipotesis, bahkan berteori.

         Catatan metodologi (CM)
Pernyataan yang berisi tindakan operasional yang berpengaruh terhadap suatu kegiatan pengamatan yang direncanakan atau yang sudah diselesaikan.
Jadi, catatan metodologi berupa instruksi terhadap pengamat sendiri, peringatan, atau kritik terhadap taktiknya. Hal itu berisi soal waktu, penataurutan kegiatan, penetapan dan kestabilan langkah, pengaturan situasi dan tempat, cara pengamat berkelit dalam taktik dan lain-lain. 

Kamis, 26 April 2012

Teori Inovasi


KARAKTERISTIK INOVASI
Rogers (1983: 14-15) mengemukakan karakteristik inovasi yang mempengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan inovasi, yaitu sebagai berikut:
1) Keuntungan relatif (relatif advantages) , inovasi dapat diterima apabila memiliki keuntungan ekonomis dan nonekonomis atau dapat meningkatkan prestise dan status sosjal serta menjanjikan imbalan (reward), aman dilakukan, dan apabila tidak dilakukan ada hukuman (punishment).
2)Kesesuaian atau kecocokan (compatibility), yaitu derajat kesesuaian antara nilai-nilai, pengalaman, dan kebutuhan para adopter dengan nilai-nilai inovasi yang dipengaruhi oleh nilai sosio-kultural dan kepercayaan, gagasan-gagasan yang dimiliki masyarakat tertentu, dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
3) Kerumitan (complexity), tingkat kesulitan pelaksanaan inovasi berpengaruh terhadap penerimaan inovasi.
4) Keterandalan (reliability), jika inovasi dapat diterapkan pada sampel dan  memberilcan hasil yang memuaskan maka penerimaan terhadap inovasi menjadi cepat.
5) Teramati (observability), inovasi yang dapat ditunjukkan secara objektifdan masyarakat dapat mengamatinya, berpengaruh terhadap penenmaan inovasi.
Teori persepsi tentang atribut/perceived attributes (Rogers: 1995) menyatakan bahwa orang yang berpotensi menjadi adopter menilai suatu inovasi atas dasar persepsinya tentang karakteristik inovasi tersebut. Karakteristik atau atribut yang dipersepsikan oleh calon adopter tersebut adalah1) Dapat dicoba secara terbatas sebelum diadopsi, 2) menjanjikan suatu hasil yang dapat dilihat, 3) memiliki suatu keuntungan relatif dibanding inovasi yang lain atau statusquo, 4) tidak terlalu rurmit atau kompleks, dan 5) sesuai atau cocok dengan cara-cara atau nlai-nilai yang telah ada.
Menurut Purwanto (2000: 35) variabel-variabel yang berhubungan dengan kecepatan adopsi inovasi adalah: 1) Atribut inovasi, yang terdiri atas: a) Keuntungan relatif; b) Kesesuaian; c) Kerumitan; d) Kemungkinan dicoba; dan e) Kemudahan diamati; 2) Jenis keputusan inovasi, yang terdiri atas: a) Pilihan; b) Kolektif; dan c) Otoritas; 3) Saluran komunikasi; dan 4) Sifat sistem sosial. 
 MASYARAKAT PENERIMA INOVASI
Rogers (1983: 248-250) menjelaskan bahwa kategori/bentuk-bentuk adopter terdiri atas:
1)   Inovators, yaitu para pembaharu, perintis /pioner, atau orang yang paling cepat membuka diri dan menerima inovasi, bahkan mcnjadi pencari inovasi. Kelompok ini hanya sedikit saja, yaitu sckitar 2,5 persen, tetapi keberadaannya dapat memengaruhi kelompok lain.
2)  Early adopters, yaitu adopter awal yang mengikuti kelompok inovator. Mereka menjadi pengikut inovator karena secara rasional inovasi ini menampakkan perubahan yang berarti. Keberadaan kelompok ini dalam praktik inovasi sekitar 13,5 persen.
3)  Early majority, kebanyakan orang memang dapat mengikuti cara baru apabila cara itu betul-betul telah terbukti memberi manfaat. Mereka tidak ingin mengambil risiko dan keputusan yang belum jelas. Dalam masyarakat keberadaan mereka itu sekitar 34 persen.
4)  Late majority, yaitu orang yang sangat hati-hati dan sedikit tertutup dengan ide baru, mereka takut mencoba apalagi bila mengingat risikonya. Mereka cenderung skeptis dan kalaupun menerima inovasi karena sistem telah berubah dan akhirnya mereka menjadi pengikut pada saat inovasi sudah umum dilakukan orang. Kelompok ini berjumlah 34 persen.
5)  Late adopters, yaitu kelompok yang betul-betul skeptis dan ingin terus berada pada status quo yang aman. Bahkan mereka cenderung melakukan perlawanan untuk mematahkan inovasi, artinya mereka bukan saja penolak inovasi bahkan mereka melakukan agresi untuk menentang terjadinya inovasi. Kelompok mi dalam masyarakat ada sekitar 16 persen.

TAHAPAN INOVASI
Menurut pendapat Rogers (1983: 165) menjelaskan bahwa proses inovasi itu terdiri atas lima tahapan, yaitu:
1)  Tahap pengetahuan (knowledge), yaitu saat seseorang membuka diri terhadap inovasi dan ingin mengetahui fungsi inovasi tersebut.
2.  Tahap bujukan (persuasion), yaitu tatkala seseorang atau kelompok membuka diri terhadap inovasi mulai menyenangi atau sebaliknya meragukan inovasi.
3.  Tahap keputusan (decision), yaitu tatkala seseorang atau kelompok pembuka inovasi mulai menampakkan sikapnya untuk menerima atau menolak inovasi.
4.  Tahap implementasi (implementation), yaitu ketika seseorang atau kelompok rnulai menerapkan atau menggunakan inovasi.
5.  Tahap konfirmasi (confirmation), yaitu tahap ketika seseorang atau kelompok mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang telah diambil. Pengambil keputusan dapat menarik kembali keputusannyajika ternyata diperoleh informasi tentang inovasi yang bertentangan dengan informasi yang terlebih dahulu diterima.

Perencanaan Pendidikan Komprehensif


Perencanaan Pendidikan Komprehensif
Perencanaan pendidikan komprehensif merupakan suatu variasi dalam pendekatan system pada perencanaan, termasuk system aktivitas total dari pendidikan dan masyarakat yang mempengaruhi keseluruhan operasi, misalnya antara komunitas dan sekolah. Penekanan terletak pada totalitas dibandingkan dengan bagian perkomponen.
Perencanaan memerlukan orientasi yang jelas, dan akibatnya akan berkembang dan meluas ke daerah yang baru. Dengan mengkoordinasikan system aktivitas, perencanaan itu diatur dan ditetapkan. Dalam hal ini, perencanaan bisa digolongkan kedalam dua cabang utama, yaitu perencanaan structural dan perencanaan ruang. Perencanaan structural berkaitan dengan konsekuensi perilaku dan sosial serta pengembangan kebijakan yang ada didalamnya perencanaan ruang dapat beroperasi. Perencanaan ruang berhubungan dengan rencana penggunaan tanah (2D) dan desain lingkungan lengkap tata ruang (3D).
Karakteristik dari perencanaan komprehensif, kajian proyektif, fleksibilitas, komitmen waktu, pertimbangan alternative, faktor-faktor keamanan, fungsi tunggal dan multi fungsi dan alokasi optimal dari sumber daya yang tersedia. Karena tujuan utama dari perencanaan komprehensif itu adalah membuat suatu master plan yang memandu dan mengkoordinasikan upaya-upaya perencanaan, perencanaan komprehensif hendaknya memiliki prosedur evaluative yang melekat.
Perencanaan komprehensif memproyeksikan pendekatan suatu system ke masa depan yang mengaitkan barbagai unsure dengan suatu desain dan menterjemahkan ke dalam dimensi yang bermanfaat. Dengan monitoring yang terus menerus, perencanaan komprehensif memungkinkan dilaksanakannya urusan-urusan institusi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Produktivitas secara kontinu dapat dioptimalkan dalam hal ini.
Perencanaan komprehensif memungkinkan perencana pendidikan untuk melibatkan semua segmen dari sumber daya fisik masyarakat dan sumber daya manusia yang dialokasikan pada waktu dan ruang tertentu, dan melakukan pengalokasian tersebut dengan cara yang paling bermanfaat.
Perencanaan pendidikan komprehensif menunjukan komponen-komponen yang bekerja dalam suatu system persekolahan secara menyeluruh. Setiap sub perencanaan dalam system itu memuat beberapa fenomena umum. Saat system itu tumbuh, sub perencanaan yang baru akan ditambahkan, karena tidak ada batasan yang kaku dalam system pendidikan, pendidikan itu jelas merupakan suatu system terbuka.
Sub perencanaan dikelompokan menurut interaksi dengan lingkungan. Setiap sub perencanaan berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari lingkungan pendidikan. Proses dan hasil dari sub perencanaan ini memiliki hubungan dengan sub perencanaan lain, dengan lima dimensi orang, tempat, pergerakan, ekonomi, dan aktivitas yang berlaku sebagai focus yang berinteraksi.
Pendekatan tersebut memungkinkan adanya suatu system komunikasi  multi  dimensi  untuk menggantikan organisasi hirarkis standar yang sekaran masih banyak digunakan oleh system pendidikan. Dalam hal ini, struktur tersebut sangat bergantung pada proses komunikasi dan informasi. Dengan berjalannya system ini, diharapkan masalah-masalah yang terdapat dalam lingkungan tersebut dapat diperbaiki dengan perencanaan pengembangan pendidikan. Implementasi menghasilkan optimalisasi hasil sekaligus meminimalkan mis-alokasi sumber daya.
Memang suatu masalah akan berbeda dalam hal besarnya, sebabny dan pengaruhnya. Kunci untuk memecahkannya adalah mengkomunikasikan data yang tepat pada waktu dan tempat yang tepat. Jenis sub perencanaan ini akan mengoptimalkan penggunaan sumber daya. Hal ini dilakukan dengan menentukan dan mengarahkan upaya-upaya perencanaan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dengan menggunakan pendekatan perencanaan yang komprehensif.

teori pembiayaan pendidikan


Keterbatasan anggaran pemerintah merupakan hal yang umum ditemui. Di sisi lain, pemerintah dihadapkan pada berbagai alternatif program yang akan dilaksanakan. Hal tersebut menyebabkan pemerintah harus jeli dalam menentukan program yang diprioritaskan. Pemilihan prioritas suatu proyek tidak mudah. Dalam memutuskan kelayakan suatu proyek yang berhubungan dengan sektor publik, pemerintah dihadapkan pada banyak pertimbangan dan permasalahan. Dalam hal ini, prioritas yang dipilih harus mempertimbangkan kepentingan publik atau masyarakat umum.
Terkait dengan proses pengambilan keputusan mengenai kelayakan suatu perencanaan proyek atau program pendidikan, pemerintah memerlukan suatu alat analisis yang mampu digunakan dalam meminimalkan kesalahan dalam pemilihan keputusan. Salah satu analisis yang dapat digunakan sebagai alat untuk memilih program yang layak diprioritaskan adalah dengan menggunakan analisis Benefit
            Hampir selama 10 tahun akademisi dan para ahli ekonomi pendidikan telah menggunakan pendekatan cost benefit dan efektifnes (Blaug 1969). Cost benefit mengevaluasi proyek pendidikan sebagai investasi yang akan meningkatkan pendapatan. Dan cost efektifnes menyentuh hasil yang tidak bisa disentuh dengan pendekatan ekonomi atau pendekatan kuantitatif. Ada pro dan kontra dalam menggunakan pendekatan tersebut terutama ditujukan pada pendekatan cost benefit. Blaugh dkk dengan studinya di India (1969), Carnoy di Puerto Rico (1972) dan Mexico (1967) dan Thias di Kenya (1972). Sementara Psacharopoulos (1973), Davis (1969) Meret  (1966) menyampaikan keraguannya bahwa cost benefit bisa digunakan sebagai pendekatan dalam perencanaan pendidikan. Para ahli ekonomi lain telah menyampaikan keraguannya terhadap keseluruhan pendekatan (Vaizey 1972; Robinson 1971). Dikatakan bahwa pendekatan cost benefit jarang digunakan dibanding perencanaan SDM, sama halnya pendekatan SDM jarang digunakan dibanding social demand. System sekolah secara sederhana telah mengembangkan pendekatan dari social demand. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa pendekatan cost benefit telah mengisi literatur dan membentuk pandangan baru bagi perencana pendidikan dan dalam beberapa hal mempunyai pengaruh terhadap perencanaan pendidikan.
Pada saat ini perdebatan tidak banyak terpusat pada apakah pendidikan meningkatkan produktivitas tetapi pada seberapa besar. Sebagaimana pada pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab dari seberapa akurat repleksi pendapatan terhadap produktivitas. Perdebatan ini memiliki relevansi yang besar terhadap validitas analisis cost benefit dalam pendidikan karena benefit ekonomi hampir selalu dibangun sebagai perbedaan dari pendapatan setiap tahun, antara orang dengan perbedaan tingkatan pendidikan.

HALLO DUNIA

Hallo Dunia !
Imam Sibaweh Japuralor Al Kautsar Cirebon 
Selamat datang, kini hadir di internet..................