Minggu, 20 Mei 2012
Selasa, 08 Mei 2012
Peningkatan SDM era otonomi daerah
Otonomi
daerah merupakan dambaan masyarakat Indonesia dewasa ini di setiap
daerah. Masyarakat NAD memperoleh anugerah dalam rangka otonomi daerah
dengan otonomi khusus, yang berarti agak berbeda dengan daerah lain di
Indonesia. Perbedaan (kekhususan) ini bukanlah suatu hal yang mudah
karena memerlukan penanganan yang profesional dari SDM yang ada di
daerah. Timbul pertanyaan, apakah daerah yang diberi otonomi khusus ini
sudah siap dalam pengertian yang luas, terutama SDM-nya?
Otonomi
khusus untuk NAD diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang disebut
dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sebelumnya, Aceh disebut
dengan Daerah Istimewa, yang tidak ada bedanya dengan daerah lain di
Indonesia. Dalam otonomi khusus ini, hal yang berbeda adalah tentang
biaya pendidikan. Hal ini dimuat dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2000 pasal 7 ayat (2) yaitu: “Sekurang-kurangnya 30 persen
pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf (a), ayat (4) dan
ayat (5) dialokasikan untuk biaya pendidikan di NAD”. Dengan adanya
peningkatan/kenaikan biaya pendidikan yang mencukupi kebutuhan, maka diharapkan
peningkatan kualitas dapat dilaksanakan dengan mudah. Hal ini masih
merupakan harapan semua pihak, tetapi kenyataannya belum dapat diketahui
(memerlukan penelitian yang akurat dan berlanjut).
Fattah
(2000:6) menyebutkan bahwa “SDM terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi kualitatif
dan dimensi kuantitatif.” Dimensi kualitatif adalah terdiri atas prestasi
tenaga kerja yang memasuki dunia kerja dalam jumlah waktu belajar, sedangkan
dimensi kuantitatif mencakup berbagai potensi yang terkandung pada setiap
manusia, antara lain pikiran (ide), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia untuk melaksanakan
pekerjaan yang produktif. Jika pengeluaran untuk meningkatkan kualitas
SDM ditingkatkan, nilai produktivitas dari SDM tersebut akan menghasilkan nilai
balik (rate of return) yang positif.
Dalam
upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan perlu diadakan beberapa
pendekatan, yaitu:
(1) Pendekatan Religius.
Dalam mengisi otonomi khusus NAD, telah disusun kurikulum dari jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan kurikulum
yang bernuansa Islami yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000
Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Bergerak dari kurikulum sekolah
yang bernuansa Islami, dengan proses pendidikan yang Islami, akan dihasilkan
output yang Islami pula. Output pendidikan yang Islami akan
melahirkan SDM yang Islami dan dapat mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yang
ada di NAD, sehingga diharapkan setiap lini akan menghasilkan pekerjaan yang
Islami, yaitu pekerjaan yang sesuai dengan firman Allah swt dalam Al Qur’an
yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhannya, dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 208).
Dari ayat di atas jelaslah bahwa SDM Islam harus melaksanakan segala segi
kehidupan dengan pekerjaan yang Islami, tidak boleh sepotong-potong (masuklah
ke dalam Islam secara kaffah/keseluruhan) karena segala segi kehidupan itu
saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam ayat lain Allah swt
berfirman, yang artinya “Kamu adalah sebaik-baik umat yang diturunkan untuk
manusia. Kamu mengajak yang makruf dan melarang yang mungkar serta
beriman kepada Allah” (Al Qur’anulkarim Surat Ali Imran 110). Dalam ayat
di atas ditegaskan bahwa umat Islam (SDM Islam) adalah sebaik-baik umat dalam
menjalankan misinya sebagai khalifah di muka bumi. Dalam ayat itu
ditegaskan pula SDM wajib mengerjakan yang disuruh dan meninggalkan yang
dilarang oleh agama jika ingin mendapat Rahmat Allah swt. Siapakah yang
tidak ingin memperoleh rahmat Alllah swt? Jika ingin memperoleh rahmat
Allah swt bekerjalah sesuai dengan aturan yang berlaku. Adalah kewajiban
bagi umat muslim (SDM muslim) untuk menanggapi pengakuan Allah swt, apakah akan
disambut dengan sikap tidak peduli atau ditanggapi dengan rasa tanggung jawab
yang tinggi atas rahmat Allah swt. Selanjutnya, hadis Nabi Besar Muhammad
saw dari Abdullah yang meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Sesungguhnya
kebenaran membawa kebaikan dan sesungguhnya kebaikan membawa
kepada syurga. Dan sesungguhnya seseorang yang berkata benar hingga ia
menjadi orang yang dapat dipercaya. Dan sesungguhnya kebohongan membawa
kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang
yang berdusta hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai seorang
pendusta,” Hadis Shahih Bukhari (Hussein Bahreisy, 1980:348). Dari
hadis di atas jelaslah kepada kita bahwa seseorang (SDM) yang bekerja secara
Islami akan selalu jujur dalam pekerjaan, karena resiko seseorang (SDM)
berdusta dalam kehidupannya adalah neraka. Setiap umat Islam akan sangat
takut kepada neraka. Untuk melahirkan SDM yang Islami, harus dididik oleh
pendidik yang Islami pula. Timbul pertanyaan, sudah siapkan SDM yang
Islami untuk mengisi setiap lini? Dalam pendekatan religius ini, GBHN 1998
menekankan pada “kendali keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.”
Bergerak dari pendekatan ini, SDM akan berkiprah di bidangnya dalam bentuk
kualitas yang tinggi untuk melaksanakan tanggung jawabnya yang besar.
(2) Pendekatan Politik.
Telah umum diketahui bahwa terlepas dari sistem politik yang dianut oleh
suatu negara, salah satu tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyatnya. Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan masyarakat
tidak lagi dibatasi pada kesejahteraan fisik yang terwujud pada kemakmuran
ekonomi yang semakin merata, tetapi juga kesejahteraan mental spiritual. Bahkan,
kesejahteraan dimaksud dewasa ini sering dikaitkan dengan kualitas hidup umat
manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya yang tidak hanya diikuti, akan
tetapi juga dijunjung tinggi.
(3) Pendekatan Ekonomi.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan seakan-akan tak kunjung reda di negara
kita berdampak sangat buruk bagi peningkatan kualitas SDM. Banyak anggota
masyarakat (SDM) yang merupakan aset suatu negara tidak dapat melanjutkan studi
(pendidikan) ke jenjang lebih tinggi karena ketidakmampuan ekonominya. Hal
ini akan dapat diatasi apabila pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan
pendidikan lebih arif dan bijaksana dalam mengelola biaya pendidikan yang
tersedia. Mereka hendaknya membantu SDM yang betul-betul membutuhkan,
sehingga bantuan itu sangat bermanfaat. Pada kenyataannya, SDM yang tidak
membutuhkan bantuan (SDM yang mempunyai kemampuan ekonomi tinggi) juga
memperoleh atau bahkan menginginkan bantuan tersebut. Ironis sekali
bukan?
(4) Pendekatan Hukum.
Salah satu indikator kehidupan masyarakat modern adalah makin tingginya
kesadaran anggota masyarakat akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan
hak masing-masing. Instrumen utama untuk menjamin keseimbangan tersebut
adalah kepastian hukum. Kualitas SDM dapat ditingkatkan dengan
mematuhi hukum-hukum yang berlaku di negaranya. Dengan mematuhi hukum
termasuk peraturan-peraturan di tempat ia bekerja, sehingga pelanggaran jarang
terjadi atau bahkan tidak terjadi, kualitas SDM akan meningkat.
(5) Pendekatan
Sosio-Kultural. Nilai-nilai budaya menentukan baik atau tidak baik dan
benar atau salah. Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural
merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Seseorang
(SDM) akan malu berbuat tidak baik karena masyarakat akan menilainya dan bahkan
mengucilkannya jika seseorang terbukti berbuat hal-hal yang berbenturan dengan
adat istiadat (budaya) suatu kelompok. Oleh sebab itu, budaya malu itu
perlu dipupuk. Peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan jika tidak ada
yang mengikutinya.
(6) Pendekatan
Administratif/Manajerial. Salah satu ciri yang menonjol di abad ini
adalah terciptanya berbagai jenis organisasi. Oleh sebab itu, manusia
modern sering disebut manusia organisasional yang menjadi fokus
administratif/manajerial. Apabila suatu pekerjaan dilaksanakan secara
administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan
dapat dicapai dengan mudah. Dengan demikian, kualitas pun akan
meningkat. Di dalam proses manajemen diperlukan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan. Apabila ketiga proses ini diikuti dengan benar,
peningkatan kualitas akan dapat dicapai. Salah satu filsafat manajemen
adalah mengurangi ketidakpastian. Jika memang itu benar, kualitas akan
dapat ditingkatkan. Manajemen pendidikan adalah suatu ilmu yang
mempelajari bagaimana menata sumber daya, baik SDM maupun sumber daya lain
untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, penataan manajemen
pendidikan sangat diperlukan dalam mencapai kualitas pendidikan yang akan
berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM.
Sabtu, 05 Mei 2012
1.Kekuasaan
1.1.Pengertian Kekuasaan.
Definisi klasik kekuasaan adalah kemampuan untuk mengajak
orang lain untuk melakukan apa yang Anda ingin mereka lakukan.
Max weber (
1947, p. 152 ) mendefinisikan kekuasaan adalah ,”
probabilitas bahwa seorang aktor dalam hubungan
sosial akan berada dalam posisi untuk melaksanakan kehendaknya sendiri meskipun
perlawanan”
1.2.Pengertian otoritas.
Dalam Kekuasaan ada otoritas
Max weber (1947, P.324) mendefinisikan otoritas
sebagai berikut” Probabilitas ketentuan khusus pemimpin yang harus dipatuhi
oleh kelompok atau anggota
1.3.Pembagian otoritas.
Dalam otoritas terdapat 6 bagian, yaitu :
- Charismatic authority
- Traditional authority
- Legal authority
- Formal authority
- Functional authority
- Informal authority
1.4.Pengertian masing-masing otoritas.
- Charismatic
authority : otoritas yang dimiliki oleh individu luar biasa yang
didasarkan atas keyakinan seseorang kepada pribadi pemimpin karena melihat
kualitas pemimpin. ( pemimpin yang memiliki kekuatan mistik) ada aura yang
tersimpan dari seorang pemimpin itu.
- Traditional
authority : otoritas yang dimiliki seseorang yang bersandarkan pada
kekuasaan yang turun temurun, karena tradisi kepatuhan merupakan
hutang seseorang yang harus diikuti
dan tidak ada batasan hukum yang jelas tetapi didasarkan atas hati
nurani.
- Legal
authority : otoritas yang dimilki pemimpin sah dan otoritas ini merupakan
dasar berlakunya hukum-hukum.kepatuhan bukanlah hutang seseorang tetapi
merupakan hukum yang menetapkan kepada siapa dan sejauh mana orang
berhutang kepada kepatuhan karena adanya batasan hukum yang jelas.
- Formal
authority is otoritas yang terdapat dalam organisasi dan secara hukum
adanya posisi, aturan dan peraturan. Otoritasnya dibawah legal otoritas.
- Functional authority mempunyai sumber variasi, termasuk otoriritas kompetense dan otoritas seseorang. Artinya (legal-rasional), otoritas ini tidak selalu dibatasi pada posisi seseorang. Dan ini didalam organisasi.
- Informal authority is otoritas yang berasal dari perilaku seseorang. Diluar organisasi.
Posisi formal
authority dan informal authority
|
Formal
Authority
|
||
Yes
|
No
|
||
Informal
Authority
|
Yes
|
Formal
Leader
|
Informal
Leader
|
No
|
Officer
|
Follower
|
1.5.Jenis kekuasaan.
Jenis-jenis kekuasaan mempunyai lima bagian yaitu :
- Reward
power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan
memberikan penghargaan.
- Coercive
power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan hukuman.
- Legitimate power adalah adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan posisi formal.
- Referent power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan mengidentifikasi dan mengenal lebih dekat bawahannya.
- Expert power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan pengetahuan dan kemampuan.
Langganan:
Postingan (Atom)