Selasa, 08 Mei 2012

Peningkatan SDM era otonomi daerah


Otonomi daerah merupakan dambaan masyarakat Indonesia dewasa ini di setiap daerah.  Masyarakat NAD memperoleh anugerah dalam rangka otonomi daerah dengan otonomi khusus, yang berarti agak berbeda dengan daerah lain di Indonesia.  Perbedaan (kekhususan) ini bukanlah suatu hal yang mudah karena memerlukan penanganan yang profesional dari SDM yang ada di daerah.  Timbul pertanyaan, apakah daerah yang diberi otonomi khusus ini sudah siap dalam pengertian yang luas, terutama SDM-nya?
Otonomi khusus untuk NAD diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang disebut dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).  Sebelumnya, Aceh disebut dengan Daerah Istimewa, yang  tidak ada bedanya dengan daerah lain di Indonesia.  Dalam otonomi khusus ini, hal yang berbeda adalah tentang biaya pendidikan.  Hal ini dimuat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor  18 Tahun 2000 pasal 7 ayat (2) yaitu: “Sekurang-kurangnya 30 persen pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf (a), ayat (4) dan ayat (5) dialokasikan untuk biaya pendidikan di NAD”.  Dengan adanya peningkatan/kenaikan biaya pendidikan yang mencukupi kebutuhan, maka diharapkan peningkatan kualitas dapat dilaksanakan dengan mudah.  Hal ini masih merupakan harapan semua pihak, tetapi kenyataannya belum dapat diketahui (memerlukan penelitian yang akurat dan berlanjut).
Fattah (2000:6) menyebutkan bahwa “SDM terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi kualitatif dan dimensi kuantitatif.” Dimensi kualitatif adalah terdiri atas prestasi tenaga kerja yang memasuki dunia kerja dalam jumlah waktu belajar, sedangkan dimensi kuantitatif mencakup berbagai potensi yang terkandung pada setiap manusia, antara lain pikiran (ide), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia untuk melaksanakan pekerjaan yang produktif.  Jika pengeluaran untuk meningkatkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktivitas dari SDM tersebut akan menghasilkan nilai balik (rate of return) yang positif.
Dalam upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan perlu diadakan beberapa pendekatan, yaitu:
(1)  Pendekatan Religius.  Dalam mengisi otonomi khusus NAD, telah disusun kurikulum dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan kurikulum yang bernuansa Islami yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan.  Bergerak  dari kurikulum sekolah yang bernuansa Islami, dengan proses pendidikan yang Islami, akan dihasilkan output yang Islami pula.  Output pendidikan yang Islami akan melahirkan SDM yang Islami dan dapat mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yang ada di NAD, sehingga diharapkan setiap lini akan menghasilkan pekerjaan yang Islami, yaitu pekerjaan yang sesuai dengan firman Allah swt dalam Al Qur’an yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 208).  Dari ayat di atas jelaslah bahwa SDM Islam harus melaksanakan segala segi kehidupan dengan pekerjaan yang Islami, tidak boleh sepotong-potong (masuklah ke dalam Islam secara kaffah/keseluruhan) karena segala segi kehidupan itu saling berkaitan antara satu dengan lainnya.  Dalam ayat lain Allah swt berfirman, yang artinya “Kamu adalah sebaik-baik umat yang diturunkan untuk manusia.  Kamu mengajak yang makruf dan melarang yang mungkar serta beriman kepada Allah” (Al Qur’anulkarim Surat Ali Imran 110).  Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa umat Islam (SDM Islam) adalah sebaik-baik umat dalam menjalankan misinya sebagai khalifah di muka bumi.  Dalam ayat itu ditegaskan pula SDM wajib mengerjakan yang disuruh dan meninggalkan yang dilarang oleh agama jika ingin mendapat Rahmat Allah swt.  Siapakah yang tidak ingin memperoleh rahmat Alllah swt?  Jika ingin memperoleh rahmat Allah swt bekerjalah sesuai dengan aturan yang berlaku.  Adalah kewajiban bagi umat muslim (SDM muslim) untuk menanggapi pengakuan Allah swt, apakah akan disambut dengan sikap tidak peduli atau ditanggapi dengan rasa tanggung jawab yang tinggi atas rahmat Allah swt.  Selanjutnya, hadis Nabi Besar Muhammad saw dari Abdullah yang meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Sesungguhnya kebenaran membawa kebaikan dan    sesungguhnya kebaikan membawa kepada syurga.  Dan sesungguhnya seseorang yang berkata benar hingga ia menjadi orang yang dapat dipercaya.  Dan sesungguhnya kebohongan membawa kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka.  Dan sesungguhnya seseorang yang berdusta hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai seorang pendusta,”  Hadis Shahih Bukhari (Hussein Bahreisy, 1980:348).  Dari hadis di atas jelaslah kepada kita bahwa seseorang (SDM) yang bekerja secara Islami akan selalu jujur dalam pekerjaan, karena resiko seseorang (SDM) berdusta dalam kehidupannya adalah neraka.  Setiap umat Islam akan sangat takut kepada neraka.  Untuk melahirkan SDM yang Islami, harus dididik oleh pendidik yang Islami pula.  Timbul pertanyaan, sudah siapkan SDM yang Islami untuk mengisi setiap lini? Dalam pendekatan religius ini, GBHN 1998 menekankan pada “kendali keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Bergerak dari pendekatan ini, SDM akan berkiprah di bidangnya dalam bentuk kualitas yang tinggi untuk melaksanakan tanggung jawabnya yang  besar.
(2)  Pendekatan Politik.  Telah  umum diketahui bahwa terlepas dari sistem politik yang dianut oleh suatu negara, salah satu tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.  Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan masyarakat tidak lagi dibatasi pada kesejahteraan fisik yang terwujud pada kemakmuran ekonomi yang semakin merata, tetapi juga kesejahteraan mental spiritual.  Bahkan, kesejahteraan dimaksud dewasa ini sering dikaitkan dengan kualitas hidup umat manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya yang tidak hanya diikuti, akan tetapi juga dijunjung tinggi.
(3)  Pendekatan Ekonomi.  Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan seakan-akan tak kunjung reda di negara kita berdampak sangat buruk bagi peningkatan kualitas SDM.  Banyak anggota masyarakat (SDM) yang merupakan aset suatu negara tidak dapat melanjutkan studi (pendidikan) ke jenjang lebih tinggi karena ketidakmampuan ekonominya.  Hal ini akan dapat diatasi apabila pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan pendidikan lebih arif dan bijaksana dalam mengelola biaya pendidikan yang tersedia.  Mereka hendaknya membantu SDM yang betul-betul membutuhkan, sehingga bantuan itu sangat bermanfaat. Pada kenyataannya, SDM yang tidak membutuhkan bantuan (SDM yang  mempunyai kemampuan ekonomi tinggi) juga memperoleh atau bahkan menginginkan bantuan tersebut.  Ironis sekali bukan?
(4)  Pendekatan Hukum.  Salah satu indikator kehidupan masyarakat modern adalah makin tingginya kesadaran anggota masyarakat akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak masing-masing.  Instrumen utama untuk menjamin keseimbangan tersebut adalah kepastian hukum.  Kualitas SDM dapat  ditingkatkan dengan mematuhi hukum-hukum yang berlaku di negaranya.  Dengan mematuhi hukum termasuk peraturan-peraturan di tempat ia bekerja, sehingga pelanggaran jarang terjadi atau bahkan tidak terjadi, kualitas SDM akan meningkat.
(5)  Pendekatan Sosio-Kultural.  Nilai-nilai budaya menentukan baik atau tidak baik dan benar atau salah.  Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan.  Seseorang (SDM) akan malu berbuat tidak baik karena masyarakat akan menilainya dan bahkan mengucilkannya jika seseorang terbukti berbuat hal-hal yang berbenturan dengan adat istiadat (budaya) suatu kelompok.  Oleh sebab itu, budaya malu itu perlu dipupuk.  Peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan jika tidak ada yang mengikutinya.
(6)  Pendekatan Administratif/Manajerial.  Salah satu ciri yang menonjol di abad ini adalah terciptanya berbagai jenis organisasi.  Oleh sebab itu, manusia modern sering disebut manusia organisasional yang menjadi fokus administratif/manajerial.  Apabila suatu pekerjaan dilaksanakan secara administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan dapat dicapai dengan mudah.  Dengan demikian, kualitas pun akan meningkat.  Di dalam proses manajemen diperlukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.   Apabila ketiga proses ini diikuti dengan benar, peningkatan kualitas akan dapat dicapai.  Salah satu filsafat manajemen adalah mengurangi ketidakpastian.  Jika memang itu benar, kualitas akan dapat ditingkatkan.  Manajemen pendidikan adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya, baik SDM maupun sumber daya lain untuk mencapai tujuan pendidikan.  Untuk itu, penataan manajemen pendidikan sangat diperlukan dalam mencapai kualitas pendidikan  yang akan berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM.

Sabtu, 05 Mei 2012


1.Kekuasaan
1.1.Pengertian Kekuasaan.
Definisi klasik kekuasaan adalah kemampuan untuk mengajak orang lain untuk melakukan apa yang Anda ingin mereka lakukan.
Max  weber ( 1947, p. 152 ) mendefinisikan kekuasaan adalah ,”
probabilitas bahwa seorang aktor dalam hubungan sosial akan berada dalam posisi untuk melaksanakan kehendaknya sendiri meskipun perlawanan”

1.2.Pengertian otoritas.
Dalam Kekuasaan ada otoritas
Max weber (1947, P.324) mendefinisikan otoritas sebagai berikut” Probabilitas ketentuan khusus pemimpin yang harus dipatuhi oleh kelompok atau anggota
1.3.Pembagian otoritas.
Dalam otoritas terdapat 6 bagian, yaitu :
  1. Charismatic authority
  2. Traditional authority
  3. Legal authority
  4. Formal authority
  5. Functional authority
  6. Informal authority
1.4.Pengertian masing-masing otoritas. 
  1. Charismatic authority : otoritas yang dimiliki oleh individu luar biasa yang didasarkan atas keyakinan seseorang kepada pribadi pemimpin karena melihat kualitas pemimpin. ( pemimpin yang memiliki kekuatan mistik) ada aura yang tersimpan dari seorang pemimpin itu.
  2. Traditional authority : otoritas yang dimiliki seseorang yang bersandarkan pada kekuasaan yang turun temurun, karena tradisi kepatuhan merupakan hutang  seseorang yang harus diikuti dan tidak ada batasan hukum yang jelas tetapi didasarkan atas hati nurani.  
  3. Legal authority : otoritas yang dimilki pemimpin sah dan otoritas ini merupakan dasar berlakunya hukum-hukum.kepatuhan bukanlah hutang seseorang tetapi merupakan hukum yang menetapkan kepada siapa dan sejauh mana orang berhutang kepada kepatuhan karena adanya batasan hukum yang jelas. 
  4. Formal authority is otoritas yang terdapat dalam organisasi dan secara hukum adanya posisi, aturan dan peraturan. Otoritasnya dibawah legal otoritas.
  5. Functional authority mempunyai sumber variasi, termasuk otoriritas kompetense dan otoritas seseorang. Artinya (legal-rasional), otoritas ini tidak selalu dibatasi pada posisi seseorang. Dan ini didalam organisasi.
  6. Informal authority is otoritas yang berasal dari perilaku seseorang. Diluar organisasi.
Posisi formal authority dan informal authority

Formal
Authority
Yes
No
Informal
Authority
Yes
Formal
Leader
Informal
Leader
No
Officer
Follower


1.5.Jenis kekuasaan.
Jenis-jenis kekuasaan mempunyai lima bagian yaitu :
  1. Reward power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan memberikan penghargaan.
  2. Coercive power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan hukuman.
  3. Legitimate power adalah  adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan posisi formal.
  4. Referent power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan mengidentifikasi dan mengenal lebih dekat bawahannya.
  5. Expert power adalah kemampuan administrator mempengaruhi bawahan dengan pengetahuan dan kemampuan.